Untuk Menghadirkan PPHN Lagi, Amendemen UUD 1945 Jadi Jalannya

Upaya menghidupkan kembali konsep Pembinaan dan Pengembangan Haluan Negara (PPHN) sebagai panduan pembangunan jangka panjang di Indonesia digadang-gadang harus melalui amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Para ahli dan politisi menilai amandemen menjadi langkah penting agar PPHN dapat kembali menjadi instrumen strategis dalam tata kelola negara.


Latar Belakang PPHN dan Sejarahnya

PPHN (Pembinaan dan Pengembangan Haluan Negara) merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan dalam amandemen UUD 1945 pada era reformasi, tepatnya pasca-amandemen kedua tahun 2000. PPHN dirancang sebagai pedoman kebijakan negara dalam jangka panjang, mencakup aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, dan pertahanan keamanan, untuk menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Namun, keberadaan PPHN sempat menuai polemik dan akhirnya dihapus dari UUD 1945 pada amandemen ketiga tahun 2001. Akibatnya, Indonesia kini tidak memiliki instrumen konstitusional yang mengatur perencanaan dan pengawasan pembangunan negara dalam jangka panjang secara terstruktur.

Situasi ini menimbulkan kekosongan dalam tata kelola negara, sehingga para akademisi, praktisi hukum, dan politisi kini kembali mengusulkan agar PPHN dihidupkan kembali, dengan catatan harus melalui amendemen UUD 1945.


Mengapa Amendemen UUD 1945 Jadi Jalan Utama?

Para pakar hukum dan anggota DPR menilai bahwa keberadaan PPHN sebagai instrumen strategis hanya bisa dihadirkan secara resmi jika diatur secara eksplisit dalam UUD 1945 melalui amandemen.

  • Landasan konstitusional kuat
    Sebagai konstitusi tertinggi, UUD 1945 menjadi landasan hukum utama bagi seluruh kebijakan dan program negara. Dengan menempatkan PPHN di dalam UUD, maka haluan pembangunan jangka panjang ini mendapatkan legitimasi yang kuat dan tidak mudah diabaikan oleh rezim pemerintahan berikutnya.

  • Pengaturan sistematis dan menyeluruh
    Amendemen memungkinkan perumusan prinsip, mekanisme penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan PPHN secara detail dan sistematis, sehingga bukan hanya sekadar gagasan atau dokumen perencanaan biasa.

  • Menjaga kesinambungan pembangunan
    Dengan landasan konstitusi, PPHN dapat berfungsi sebagai pemandu kebijakan nasional lintas masa jabatan presiden dan parlemen, mencegah pergantian arah pembangunan yang terlalu drastis dan kontradiktif.

  • Menjawab tantangan global dan nasional
    PPHN dapat menjadi instrumen yang relevan untuk menghadapi tantangan seperti perubahan iklim, krisis ekonomi, pembangunan berkelanjutan, serta revolusi digital dan sosial yang terus berkembang.

Menurut Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, ahli hukum tata negara, “Amendemen UUD adalah satu-satunya cara yang legal dan efektif untuk mengembalikan PPHN sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan Indonesia.” (antaranews.com)


Pandangan Para Politisi dan Pakar

DPR RI dan Komisi terkait

Sejumlah anggota DPR, terutama dari Komisi II dan Komisi VIII, mendorong agar wacana amendemen UUD yang menghidupkan kembali PPHN segera dibahas lebih serius. Mereka menilai bahwa keberadaan PPHN akan membantu pemerintahan dalam menetapkan kebijakan pembangunan yang terarah dan berkelanjutan.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan, “PPHN bukanlah sesuatu yang kuno, tapi sangat relevan untuk menata arah bangsa agar tidak kehilangan fokus dan terus maju dengan arah yang jelas.” (kompas.com)

Akademisi dan Pengamat

Pengamat politik dan hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, juga mendukung ide amendemen, dengan catatan bahwa prosesnya harus melibatkan dialog publik yang luas dan tidak boleh terburu-buru. Menurutnya, “Keterlibatan seluruh elemen bangsa penting agar PPHN yang akan dihidupkan benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat dan kebutuhan pembangunan.”


Proses dan Tantangan Amendemen

Meskipun banyak yang sepakat bahwa amendemen diperlukan, proses amendemen UUD 1945 bukan hal mudah dan punya konsekuensi politik yang besar.

  • Kebutuhan konsensus politik yang luas
    Amendemen harus mendapat persetujuan dari 50%+1 anggota MPR yang hadir, sehingga memerlukan negosiasi dan kompromi politik lintas partai dan golongan.

  • Potensi resistensi dari kalangan tertentu
    Ada kelompok yang khawatir amendemen membuka peluang perubahan lain yang tidak diinginkan atau menimbulkan ketidakpastian hukum.

  • Masa jabatan DPR dan MPR yang terbatas
    Keterbatasan waktu membuat pembahasan amendemen perlu diprioritaskan agar tidak tertunda terus.

Namun demikian, para pengusul meyakini bahwa dengan pendekatan yang tepat, amendemen demi menghidupkan PPHN sangat mungkin diwujudkan sebagai jalan untuk memperkuat tata kelola negara.


Alternatif Selain Amendemen

Sebagian kalangan mengusulkan agar PPHN dapat dihidupkan melalui regulasi di luar UUD, seperti undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Namun, langkah ini dinilai kurang kuat karena bersifat sektoral dan berisiko diabaikan oleh pemerintahan selanjutnya.

Untuk itulah amendemen UUD dianggap sebagai jalan yang paling tepat untuk memastikan PPHN menjadi bagian permanen dari konstitusi dan tata kelola negara.


Kesimpulan

Menghidupkan kembali PPHN sebagai instrumen strategis untuk membangun arah dan kebijakan jangka panjang Indonesia jelas sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks.

Namun, langkah tersebut tidak bisa instan dan memerlukan amendemen UUD 1945 agar memiliki kekuatan konstitusional yang solid.

Maka, proses amendemen harus dibuka dengan dialog publik yang melibatkan berbagai elemen bangsa, agar PPHN yang dihasilkan benar-benar membawa manfaat dan arah jelas bagi bangsa Indonesia.

Pemerintah, DPR, dan masyarakat diharapkan bersinergi untuk mengawal proses ini agar cita-cita pembangunan jangka panjang tidak hanya jadi wacana, tapi jadi kenyataan yang mewarnai masa depan Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *